Halaman

Jumat, 03 Januari 2014

Pengalaman Mendaki Gunung Semeru



“Samudera di atas awan” begitulah kesan terakhir setelah menonton film “5 cm”. Itu bukan sekedar kata kiasan dari film 5 cm, tetapi sungguh mencerminkan pemandangan yang tampak dari puncak mahameru gunung semeru. Sungguh benar-benar menabjubkan dan pemandangan dari atas sana sangat memanjakan mata ketika cuaca cerah.

Muncul ide mendaki gunung semeru dari salah satu teman sepengabdian setelah mengikuti program SM-3T (sarjana mengajar di daerah terdepan terluar dan tertinggal) muncul begitu saja setelah kebingungan dan tidak tau buat apa-apa setelah tidak ada kegiatan akademik di akhir tahun 2013 dalam program PPG pasca SM-3T Universitas Negeri Surabaya.


Tapi sebelumnya ide mendaki gunung saya sudah utarakan dengan teman-teman, tapi bukan mendaki gunung semeru melainkan salah satu gunung di jawa tengah gunung merbabu, namun tampaknya itu menjadi sebuah pilihan untuk mendaki gunung berikutnya. heheheh..

Perlengkapan
Oke, perjalanan kami dimulai dengan mempersiapkan perlengkapan yang akan di bawa dan dipakai selama perjalanan mendaki gunung semeru, tapi saat itu perlengkapan kami seadanya saja berhubung dana yang kami miliki masing-masing sangat minim. Adapun beberapa perlengkapan yang kami persiapkan waktu itu antara lain tenda (wajib), kompor masak (wajib), periuk (wajib), logistic (beras, susu, air, mie, sarden, dll/ wajib), Surat kesehan dan foto copy KTP 2 lembar (wajib), perlengkapan P3K, kamera (wajib) untuk berfoto ria. Usahakan kamera focus atau kamera semi professional atau kamera professional (DSLR), Itu yang terutama dan paling utama.

Perlengkapan lainnya yang kami sediakan seadanya yang seharunya juga diutamakan adalah sepatu, sandal, tongkat, matras, jaket, topi, syal, kaus kaki, sarung tangan, pisau, sebagai pengganti sleeping bed kami bawa selimut sedang. Sebagian besar kami sediakan seadanya saja.

Jaket harusnya dibawa khusus jaket gunung jika Anda tidak mau kedinginan dan membeku di atas sana dan juga sleeping bed dan matras wajib di bawa, jas hujan sangat perlu untuk di bawa, fungsinya pada saat perjalanan yang dibarengi hujan juga untuk menahan tamparan angin dan dingin saat mendaki di jalur terakhir (kali mati – puncak mahameru). Untuk lebih lengkapnya Anda boleh lihat di web “gunung semeru”.

Usahakan semua barang bawaan dimasukkan ke dalam rangsel agar kedua tangan leluasa bergerak saat melewati beberapa rute ekstrim apalagi saat hujan kecuali memegang tongkat. Dan semua barang dalam rangsel dibungkus dalam plastic, agar tidak kebasahan saat hujan. Ya.. kan sudah ada pelindung tas dari hujan ‘ntah apa namanya, lupa’, tetap saja basah saat hujan, itu dialami oleh teman saya saat pulang dari kali mati menuju ranupani.

Jika anda pernah merasa kedinginan setelah mendaki gunung pusuk buhit (samosir), gunung tujuh (sumatera), gunung sibayak (karo), gunung lokon (tomohon), gunung mahawu (tondano), gunung soputan (manado), gunung klabat (bitung), ketinggian gunung-gunung ini hanya berada dibawah 2000 meter saja. Nah coba bayangkan gunung semeru puncak tertinggi di pulau jawa ini dengan ketinggian 3676 mdpl (meter dari permukaan laut), bukan Cuma suhu dingin dan kecepatan anginnya yang perlu di perhitungkan juga stamina atau kondisi kesehatan. Nanti saya utarakan apa dampak jika tidak memiliki persiapan kondisi fisik dan perlengkapan dengan matang-matang.

Adapun  panjang perjalanan  yang harus ditempuh menuju gunung semeru adalah 20,7 km. yang terdiri dari beberapa pos.


Surabaya – Malang – Pasar Tumpang – Ranupani
Sabtu, 28 desember 2013 pukul 11.00 bersama 4 orang rekan saya memulai perjalanan dari Asrama Kontrakan PPG SM-3T Unesa 2013 menuju terminal joyoboyo dengan ongkos perjalanan Rp 4.000. Dari joyoboyo menaiki bus menuju terminal utama Surabaya (terminal purabaya) dengan ongkos perjalanan Rp 5.000. Banyaknya penumpang yang akan pergi ke kota Malang di akhir tahun 2013 ini membuat kami tidak lama menunggu bus menuju Malang.  Banyak bus dari Surabaya menuju malang terminal arjosari dengan biaya perjalanan setelah BBM naik yaitu Rp 13.000,-  waktu tempuh 2 – 3 jam.

Sabtu, 28 desember 2013 pukul 19.20 dari terminal arjosari malang naik angkot warna putih menuju pasar Tumpang dengan lama perjalanan kurang lebih 30 menit dibebani biaya angkutan Rp 8.000,-

Sekitar pukul 20.00 kami tiba di pasar tumpang. Saat itu banyak sekali orang yang akan berangkat menuju Ranupani tentunya orang-orang yang akan mendaki gunung semeru sehingga kami terkatung-katung mencari angkutan menuju Ranupani. Kami cukup lama berembuk dengan teman satu grup, juga mencoba mencari grup lain agar bisa bersama dalam satu angkutan. Beberapa angkutan selain ojek (tidak disarankan) adalah truck muatan 15 orang, jeep, mobil sayuran, pada waktu itu sulit ditemukan saking banyaknya penumpang saat itu. untuk mengisi kegiatan lain di pasar tumpang ini, beberapa teman berbagi untuk belaja kebutuhan logistic yang kurang lengkap, karena di pasar ini cukup lengkap juga untuk kebutuhan tersebut.

Akhirnya dengan berembuk dengan salah seorang calo, kami bisa mendapat angkutan truck tapi harus bergabung dengan grup lain yang berjumlah 10 orang, grup saya sendiri terdiri atas 5 orang. Akhirnya biarpun agak lama sekitar 3,5 jam kami mendapat angkutan menuju Ranupani pukul 23.00 di hari yang sama. Biaya ongkos perjalanan dari pasar tumpang menuju Ranupani cukup seimbang dengan waktu tempuh 2 – 3 jam dan kondisi jalan naik turun bukit, sehingga ongkos perjalanan dibebani sebesar Rp 35.000 – Rp 50.000. Jika Anda termasuk rombongan besar 12 orang lebih, lebih baik naik truck agar lebih menghemat ongkos perjalanan.

Minggu dini hari, 29 Desember 2013 pukul 01.00 kami tiba di Ranupani setelah melewati perjalanan naik turun bukit dan selama perjalanan truck yang kami tumpangi berhenti kurang lebih 6 kali untuk mendinginkan mesin.

Tibanya grup kami di Ranupani disambut dengan tenda-tenda pengunjung dan suara ngorok orang yang tidur dalam tenda. Saya dan 2 orang teman dalam grup sudah mengambil tenda untuk dipasang sekiranya dapat menahan suhu dingin dari alam Ranupani. Tapi salah seorang teman saya (ER) mengatakan dengan cetusnya “hei, kamu datang bukan untuk senang-senang, ga usah pasang tenda! Sudah jam 2 lagi”. Dengan berakhirnya kalimat itu saya dengan teman-teman meletakkan tenda yang masih terbungkus rapi dan memilih tidur di teras depan balai kantor taman nasional bromo tengger semeru resort Ranupani.

Dasar teman yang kilometernya sedikit miring (sory mas ER, canda doank.. J) walaupun sudah mengeluarkan selimut, suhu dingin desa Ranupani lumayan menusuk tulang walaupun dingin tersebut tidak separah di kali mati, arcopodo dan di puncak mahameru gunung semeru. Untungnya warung kopi di Ranupani awal start pendakiaan gunung semeru ini 1 x 25 jam, sehingga saya dengan salah seorang teman satu grup (Mario Pratama Kulas asal Sulawesi Utara) memilih untuk minum kopi terdahulu.

Disela-sela hangatnya aliran kopi membasahi tenggorokan, saya sedikit berdialog dengan grup yang sudah turun dari puncak mahameru gunung semeru. Salah seorang dari grup tersebut memiliki badan besar dan lumayan gemuk mengatakan “ini pengalaman terbaik saya, tantangan menuju puncak tidak akan saya lupakan” membuat saya dan teman saya bersemangat menanti pagi untuk mengawali perjalanan menuju puncak gunung semeru.

Tidak lama, isi gelas kami tersisa ampas kopi sehingga saya dan seorang teman saya memilih kembali berkumpul dengan teman lainnya yang tidur di teras depan balai kantor taman nasional bromo tengger semeru. Dari pukul 02.30 kami mengambil posisi tidur dan hanya saya seorang yang menyisipkan selimut di tas. Sehingga tarik menarik selimut pun terjadi sampai pukul 06.00 minggu 29 Desember 2013, 4 dari 5 orang dalam grup termasuk saya tidak sama sekali tidak nyaman tidur samapai pagi, hanya seorang teman yang memiliki sio bantal (canda bro) dapat tidur dan ngoroknya menemani kami sampai pagi hari.

29 Desember 2013 Pukul 06.00 para pendaki gunung semeru sudah siap mengantri untuk mendaftar di depan kantor balai Ranupani tempat kami tidur, tidak mau ketinggalan dan kehabisan kuota kami pun ikut mengantri dan tidak lama, grup kami pun sudah terdaftar tapi ketambahan seorang teman jomblo (43) yang datang sendiri dari ibu kota. Perlu di ketahui, kuota untuk pendakian ke gunung semeru berjumlah 500 orang perhari, nah kalau di hari libur kuota ini tidak seberapa karena pendaki dalam satu hari bisa mencapai 4 angka. Jadi, kalau kuotanya habis, terpaksa anda harus menunggu satu hari berlalu dan menginap di Ranupani.

Tidak lupa sebelum memulai perjalanan, kami memilih untuk makan terlebih dahulu di warung makan Ranupani. Tapi sebagian besar grup pendaki sudah mempersipakan logistic dan memasak sendiri sarapan di Ranupani.



Ranupani – Landengan Dowo – Watu Rejeng – Ranu Kumbolo
29 Desember 2013 pukul 07.05 karena merasa sudah siap memulai perjalanan kami pun berangkat dari Ranupani awal dari rute pendakian gunung semeru. Jarak masing-masing pos yaitu Ranupani – Landengan Dowo berjarak 3 km, Landengan Dowo – Watu Rejeng berjarak 3 km dan Watu Rejeng – Ranu Kumbolo berjarak 4.5 km, sehingga jarak tempuh menuju Ranu Kumbolo (Danau Kumbolo) kurang lebih 11 km.

Awal perjalan dimulai dengan gapura “SELAMAT DATANG PARA PENDAKI GUNUNG SEMERU” yaitu arah sebelah kanan pada pertigaan tersebut dan tidak lupa kami berfoto ria di gapura ini. Berkisar jarak 100 m dari gapura tersebut, terdapat jalan setapak di sebelah kiri dan sedikit mendaki ditandai dua tancapan beton. Dari sini sampai mendekati pos tiga jalan setapak ini sudah di pafing dengan lebar berkisar 60 cm.


Ada hal lucu yang dilihat oleh grup lain pada grup kami yaitu, kompor yang kami bawa adalah kompor biasa 18 sumbu (hehehehe…., persiapan ga matang). Dan kompor tersebut kami masukkan packing dalam kardus mie dan beberapa persiapan logistic lain dan kami bawa secara bergantian. Beberapa orang selama perjalanan berkata “bro.. kalian mau jualan ya ke puncak?” hmmm memalukan. Tapi teman saya bilang, “ga usah malu, ini alat penyambung hidup”. Akan lebih baik jika semua barang dimasukkan ke dalam rangsel, dan barang-barang logistic lain berbagi dalam tas untuk membawanya.

Sesampainya di pos 1, kami memilih untuk melanjutkan perjalanan tanpa istirahat dan sungguh cuaca yang bagus di tanggal 29-30 Desember 2013 saat itu, sehabis pos 1, kami disuguhi pemandangan yang luar biasa, dapat dilihat gunung semeru yang menjulang tinggi membuat semangat kami berkobar-kobar di awal perjalanan saat itu. Tak lupa teman-teman saya meminta untuk di berfoto pada moment tersebut.
gunung semeru dari kejauhan

Tidak jauh dari tempat pemandangan ini, kami juga disuguhi dengan pemandangan yang tidak kalah menarik yaitu tebing batu yang sangat curam, kami pun mengambil posisi untuk berfoto ria dengan ciri khas gaya masing-masing dan kami memilih untuk beristirah melepas lelah di tempat ini.


Sehabis istirahat dan baru pertama istirahat, kami pun melanjutkan perjalanan. Tidak lama, kami pun sampai di Watu Rejeng dengan jarak 6 km dari Ranupani dan ketinggian 2350 mdpl. Sejenak kami melepas lelah, dan melanjutkan perjalanan. Sesampainya di pos 4, kami memilih untuk beristirahat, karena disebelah pos tersebut disuguhi rute yang tidak menyenangkan yaitu jalan menanjak berjarak sekitar 70 m kami langsung terkulai dan duduk menarik nafas. Seusai melewat tanjakan tersebut salah satu teman saya memberi nama tanjakan tersebut “Tanjakan Keode” dan cuma kamu berdua yang tau pasti apa arti dari kata tersebut. Sepanjang perjalan menuju Ranu Kumbolo saya tertawa sendiri ketika mengingat tanjakan keode tersebut.

Dari pos 4 menuju Ranu Kumbolo kami harus berjalan dengan jarak 3 km lebih. Sepanjang perjalanan menuju Ranu Kumbolo pemandangan hanya bebukitan saja dan puncak gunung semeru yang sedikit mengintip dari bebukitan tersebut. Kami sangat kaget dan sedikit berteriak “huh….. mantap…” setelah melihat Danau Kumbolo dan tenda-tenda orang yang menginap di Ranu Kumbolo, rasa senang kami pun kami barengi dengan mengambil tempat yang baik untuk berfoto ria.

Tidak lama berfoto ria dan sedikit beristirahat, bunyi lonceng dari perut kami pun sudah berbunyi nyaring. Kami bangkit danmelihat dari atas, lokasi yang tepat untuk memasak. Tidak lama berembuk untuk menentukan lokasi memasak, kami pun turun dan setengah mengelilingi danau.  Tak lama berkeliling kami pun sampai di tempat yang kami lihat dari atas tadi.

Salah satu teman saya melirik jam tangannya dan memberitahukan sekarang pukul 11.30. Perjalanan dari Ranupani menuju Ranu Kumbolo kami tempuh dengan waktu 4,5 jam. Ini kami tempuh dengan sedikit beristirahat sepanjang jarak kurang lebih 11 km.

Ditepian danau, kepala koki kami mempersiapkan alat masak yang terbungkus dalam kardus mie. Sementara yang lain berfoto ria, mengambil air untuk memasak, air dari danau cukup bersih untuk dijadikan air untuk memasak, karena setiap orang yang mendaki ke gunung semeru tau bahwa air tersebut digunakan untuk air minum, sehingga semua orang yang ingin gosok gigi, cuci-mencuci, menampung air dalam botol dan melakukan kegiatan gosok gigi, dan cuci mencuci di luar danau, atau di pinggiran danau. Dapat diyakinkan bahwa air di danau Ranu Kumbolo ini jauh dari kontaminasi bahan-bahan berbau pencemaran.

Setelah melakukan kegiatan gosok-menggosok, cuci-mencuci, kepala koki pun memberikan isyarat bahwa waktu makan sudak tiba. Masing-masing anggota telah membawa alat yang digunakan untuk makan, berupa piring, gelas, sendok. Kecepatan mengunyak kami saat itu lebih cepat dari biasanya, karena rasa lapar dari perut memberi isyarat kepada mulut untuk lebih cepat memasukkan makanan ke dalam mulut. Walau pun nasi pada saat mentah alias berbiji, itu bukan jadi masalah saat itu, asalkan kenyang.


Ranu Kumbolo – Cemoro Kandang – Jambangan – Kalimati
Biasanya dan menurut pengalaman orang-orang yang mendaki gunung semeru, setibanya di Ranu Kumbolo, para pendaki biasanya mendirikan tenda untuk menginap dan esok harinya melanjutkan perjalanan menuju kali mati. Saya dan teman-teman waktu itu menyepakai untuk melanjutkan perjalanan dari ranu kumbolo menuju Kalimati.

Pukul 13.30 dihari yang sama, Minggu 29 Desember 2013, setelah selesai mengepak barang-barang, mencuci perlengkapan makan, mengambil perbekalan air minum, kami pun melanjutkan perjalanan menuju kalimati.

Masing-masing jarak yang harus ditempuh adalah Ranu Kumbolo – Cemoro kandang berjarak 2,5 km, Cemoro kandang – Jambangan berjarak 3 km, Jambangan – Kalimati berjarak 2 km. Total jarak yang harus ditempuh dari Ranu Kumbolo – Kalimati adalah 7,5 km.

Awal perjalanan dari ranu kumbolo disuguhi dengan rute menanjak yang lebih dikenal dengan “Tanjakan Cinta”. Ada mitos mengatakan bahwa jika dalam menapaki tanjakan tersebut tanpa melihat ke belakang sambil membayangkan atau mengimpikan sosok wanita yang kamu idamkan sepanjang menapaki tanjakan tersebut sampai di puncaknya, keinginan tersebut akan terwujud. Saya dan keempat teman saya mempercayai hal itu dan sepakat untuk mengidamkan sesuatu yang di inginkan dan membayangkannya dan memintanya sepanjang menapaki tanjakan tersebut.


Dengan melakukan “TOS” kami pun mulai menapaki tanjakan tersebut sambil membayangkan keinginan masing-masing. Ada teman saya yang paling serius namanya Obed (Panggilan) dia mendahului kami kurang lebih 15 meter dan tidak melihat kebelakang. Dan ada satu orang lagi yang oleh kesaksian seorang bapak mengatakan bahwa teman saya ER berkomat-kamit dengan mengucapkan kata “I love u”. Saya sendiri dan 2 teman lain, sudah gagal belum seperempat dari tanjakan tersebut. Bagaimana tidak, tanjakan yang berjarak kurang lebih 100 m itu dan lumayan curam tidak seperti kelihatan dalam foto yang kelihatan cuma pendek saja, nyatanya cukup membuat engsel kaki hampir lepas. Boleh saja tidak melihat kebelakang, tapi ketika beristirahat harus tetap pandangan ke depan, tapi tanjakannya tidak mendukung untuk duduk mengarah ke depan atau ke kiri, bisanya arah kanan dan belakang.


Setelah sampai ke puncak tanjakan cinta yang membutuhkan istrirahat kurang lebih sebanyak 5 kali. Saling ngejek dan lepas tawa pun terjadi mengingat kejadian-kejadian yang muncul selama menapaki tanjakan cinta. Akhirnya mempersuntuing Agnes Monica pun pupus (hehehehe…).

Sepanjang perjalanan dari puncak tanjakan cinta menuju cemoro kandang, disuguhi dengan pemandangan rumput menyerupai padang savanna di kelilingi bebukitan dan dibelakang bebukitan tersebut tampak gunung semeru sedikit mengintip. Sesampainya di cemoro kandang, tidak lupa kami berfoto ria dan melepas lelah.


Perjalanan dari Cemoro Kandang menuju Jambangan yang berjarak 3 km sangat menguras tenaga, di rute ini terdapat 3 tanjakan dan jalan mendatarnya sangat minim, bayangkan sepanjang 3 km didominasi dengan menanjak, tapi cukup berseni karena banyaknya pendaki saat itu, grup-grup yang mendaki istirahat bergantian sepanjang jalan dan saling menyapa dan menyemangati sesama pendaki selama perjalan, itu sesuatu hal yang sangat luar biasa dan tidak dapat dilupakan (sesuatu banged). Tua muda gadis cuantik saling menyapa, saling menyemangati, apalagi orang yang sedang melakukan perjalanan pulang dari puncak gunung semeru menuju Ranupani selalu berkata “ayo… semangat… tinggal 1 kilo lagi, tinggal 30 menit lagi”. Tanpa disadari kata-kata itu memotifasi sangat tinggi di tengah lelahnya dan pegalnya betis dan pergelangan kaki”.


Lega rasanya setelah sampai di jambangan yang sudah tidak jauh dari Kalimati yaitu berjarak 2 km. beberapa orang yang berpapasan saat itu mengatakan bahwa dari jambangan menuju kali mati didominasi dengan jalan menurun. Memang setelah melakukan perjalanan, rute dari jambangan menuju kali mati memang di dominasi dengan jalan menurun, tapi di papan petunjuk malah terbalik. Ketinggian Kalimati lebih tinggi dari Jambangan yaitu tertulis jambangan 2600 mdpl sedangkan di Kalimati tertulis 2700 mdpl.

Pukul 17.00 hari yang sama Minggu, 29  Desember 2013 kami tiba di Kalimati. Lamanya perjalanan yang kami tempuh dari Ranu Kumbolo – Kalimati yang berjarak 7,5 km adalah 3,5 jam dengan menggunakan banyak istirahat diperjalanan, tapi tidak sebanyak beberapa grup pendaki lainnya dimana setiap jarak tempuh 100 m istirahat.

Setibanya di Kalimati, kami langsung meninjau lokasi untuk mendirikan tenda. Tidak lama, kami menemukan tempat yang bagus yang tidak jauh dari papan penunjuk Kalimati yang tertancap disebelah utara tenda yang kami dirikan.


Berdirinya tenda camp kami, diikuti dengan gerak-gerik koki kami dalam mempersiapkan makan malam tapi sebelumnya memasak air utuk membuat kopi, saya dan teman lain berusaha mencari kayu bakar dan menyalakan api untuk mengimbangi suhu dingin yang menusuk tulang di Kalimati ini. Tengah mengerumuni api, asisten ketua kelompok kami mengungkapkan jadwal berikutnya yaitu, pada pukul 23.00 harus bersiap menaiki puncak gunung semeru. Sehabisnya kopi dari gelas kami, satu persatu memasuki tenda kecuali koki kami, mengambil posisi tidur yang nyaman, tidak dapat dipungkiri lelahnya perjalanan saat itu dimana dengan jarak 18 km kami tempuh hanya dengan waktu 8 jam dalam satu hari dan rute yang lumayan menyiksa kaki.

Koki kami pun tidak mau kalah, dengan cepat dia menyimpan nasi yang sudah masak dan memberitahukan bahwa makan malam sekaligus sebelum berangkat ke puncak pada pukul 23.00.


Kalimati – Arcopodo – Puncak Mahameru Gunung Semeru
Rencana yang diutarakan oleh asisten ketua kami tidak berjalan semestinya. Dimana seharusnya berangkat pukul 23.00 masih pada hari yang sama, ternyata kami bangun telat. Pukul 00.00 koki kami sudah bangun dan memasak lauk untuk makan sebelum berangkat ke puncak. Saya sendiri bangun terlebih dahulu yaitu pada pukul 00.30 dan memasak air untuk membuatkan kopi, setelah saya selesai makan, 3 orang teman saya masih enggan keluar dari dalam tenda saking dinginnya suhu di Kalimati ini. Dengan mengancam akan kelewatan “sun rice” baru teman saya keluar dan untuk makan dan itu pun memilih untuk makan dalam tenda. Saat itu saya paling unggul dalam persiapan jaket, saya memakai 3 jaket plus 2 baju dalaman, sehingga rasa dingin bisa ditepis saat itu.

Pukul 01.30 dini hari, Senin, 30 Desember 2013. Kamu sudah siap melakukakan perjalanan menuju puncak mahameru gunung semeru walaupun diseperempat perjalan kami tahu bahwa air minum yang kami bawa Cuma 0,5 liter, orang khusus pembawa tas air minum kelupaan.

Adapun rute akhir dan paling menantang hanya berjarak 2,7 km. yaitu dari Kalimati – Arcopodo berjarak 1,2 km, dan dari Arcopodo – Puncak Mahameru Gunung Semeru berjarak 1,5 km. Total jarak yang harus ditempuh adalah 2,7 km.


Perjalanan pada rute ini sangat dan sangat menguras tenaga dan sangat melelahkan. Dari Kalimati menuju arcopodo, rute yang dilalui didominasi dengan tanjakan bebatuan dan sesekali memanjat akar-akar pohon. Pohon-pohon di rute ini berada di posisi sangat strategis untuk dijadikan tempat bersandar setelah kelelahan. Sementara melakukan perjalanan beberapa kelompok pendaki dan cukup banyak turun dari Arcopodo menuju kali mati dengan alasan anginnya kencang (ya memang, di gunung kan anginnya kencang, kenapa takut???).

Pukul 03.30 kami sampai di Arcopodo, dan kami dapati ada 5 tenda berdiri disana, banyak orang beristirahat disana dan suara anginnya sangat sadis. Tidak lama setelah saya membasahi kerongkongan (karena airnya yang kami bawa hanya cukup untuk membasahi kerongkongan), saya menghampiri salah satu kelompok pendaki yang terdiri dari 3 orang yang baru turun dari 200 meter setelah Arcopodo, saya pun bertanya “kenapa turun mas?” salah satu menjawab anginnya kencang sekali mas, dalam hati saya berpikir, “memang, disini aja sudah kelewatan kok anginnya, apalagi di atas”.

5 menitan kami beristirahat di Arcopodo,  dan membujuk teman saya untuk tetap mendaki dengan alasan digunung memang anginnya kencang dan agar tidak ketinggalan Sun Rice. Tidak lama berjalan teman saya Obed menghampiri saya dan bertanya “Pak Ucok, teman tadi bilang apa?” saya jawab “katanya di atas aginnya kencang sekali”, “Trus kenapa?”, “Batu-batu di atas goyang pak, batu-batunya bergerak”, “pak ucok, nanti batas antara pohon-pohon dengan pendakian ke puncak, cari pohon besar saja, tempat berlindung”. Saya langsung tertawa dan teman-teman lain bertanya dan seketika kamipun tertawa bersama. Mana mungkin coba ada angin yang bisa membuat batu-batu berterbangan, tapi anehnya teman saya percaya.

Rute terakhir ini memang rute paling menantang sepanjang 20,7 km total jarak tempuh ke puncak gunung semeru. Apalagi setelah hutan Arcopodo, saatnya menapaki pasir bercampur kerikil-kerikil halus. Karena banyaknya orang yang telah melalui jalan tersebut, tumpuan kaki tidak stabil. Setiap melangkahkan kaki, kaki langsung tertancap 10-20 cm kedalam pasir. Apalagi dengan kemiringannya > 50 derajat.


Saking lelahnya, banyak orang tertidur di pinggir jalan menuju puncak mahameru perempuan apalagi (memang mengajak perempuan mendaki sangat merepotkan, hmnn… apalagi perempuan rumahan).

Satu hal yang tidak bisa saya lupakan adalah, karena begitu lelahnya setelah melewati setengah rute berpasir ini, yaitu setelah melangkah 5 langkah istirahat, 5 langkah istirahat, ada salah satu kelompok membuat strategi estafet, saling tarik menarik, yang di depat sambung di belakang dan begitu seterusnya sampai hamper menuju puncak. Saya dan teman-teman pun ikut bergabung karena memang hampir patah semangat dan ingin turun saja.


Sebenarnya sebuah batu yang jatuh dan bergelinding ke bawah mengenai kepala teman saya sewaktu istrirahat. Tapi, ada yang paling serius lagi, sebuah batu berdiameter 30 cm jatuh setelah seorang pendaki menjadikan batu tersebut sebagai pegangan. Orang-orang saat itu berteriak “awas watu, watu, watu…” dan melanjutkan isyarat tersebut sampai ke bawah. Batunya pun tidak bergelinding lurus malah bergelinding zigzak. Karena semua orang yang istirahat menghadap ke bawah baik dalam posisi duduk atau tidur sehingga semua orang kalang kabut dan kelabakan tidak tau tau berlindung dimana.  Untungnya saya sudah di atas waktu itu mendahului batu yang jatuh. Dan tak jauh beda seperti yang ada pada detik-detik ahir film “5 cm” bahwa kita butuh memandang lebih dari seperti tidak biasanya.


Saya boleh perhitungkan banyaknya orang yang sampai di rute pasir ini, sekitar 500 orang lebih. Tapi hari itu, banyaknya orang yang sampai ke puncak mahameru tidak sampai 100 orang, kebanyakan pulang dari tengah rute berpasir ini. Termasuk sudah hampir sampai di puncak, memilih untuk turun karena tidak mampu lagi berjalan menanjak. Itulah dampak jika tidak mempersiapkan kondisi fisik dan perlengkapan lainnya secara matang-matang.


Pukul 07.00 pagi hari Senin, 30 Desember 2013 saya dan dua orang teman saya sampai di puncak mahameru disusul dua teman saya yang berjarak 20 menit di belakang. Bayangkan hanya dengan jarak 2,7 km kami tempuh dengan waktu 5,5 jam, waktu yang sangat lama dan memang rute ini sangat menguras tenaga dan membutuhkan istirahat banyak untuk melegakan otot, pergelangan, lutut kaki.


Pemandangan pertama yang disuguhkan setibanya dipuncak adalah letupan dari kawah gunung semeru yang membentuk gumpalan abu yang sangat besar, seketika itu saya langsung terkejut dan baru menyadari bahwa gunung semeru ini  gunung berapi yang masih aktif.


Samudra di atas awan, teriang di pikiran saya ketika memandang sekeliling dari puncak gunung semeru. Sangat lega sangat bangga, keindahannya tidak terlukiskan. Apalagi dibarengi salam-salaman bersama orang yang sudah tiba di puncak saat itu menandakan perjuangan melewati rute menuju puncak yang sangat berat.


Tidak lama setelah berfoto ria, kami memilih untuk turun dari puncak yaitu sekitar pukul 08.45 kami memilih turun menghindari dingin dan bau gas belerang di Puncak Mahameru. Jika perjalanan dari Kalimati menuju Puncak Mahameru kami menghabiskan waktu 5,5 jam, beda pada waktu turunnya kami hanya menghabiskan waktu 2,5 jam untuk sampai di kali mati. Sesampainya di Kalimati kami beristirahat semalaman karena hujan tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalan pulang.


Besok paginya pukul 07.00 Selasa, 31 Desember 2013 setelah serapan pagi, kami melanjutkan perjalanan pulang dari Kalimati menuju Ranupani. Pukul 20.30 kami sampai di Surabaya dan merayakan Akhirt Tahun bersama teman-teman perserta PPG SM-3T Unesa 2013.


Satu pesan yang saya peroleh setelah mendaki gunung semeru adalah “Jangan permasalahkan masalah yang ada, tapi carilah solusi untuk masalah yang ada”. Salam Petualangan…!