“Samudera di atas awan” begitulah kesan terakhir
setelah menonton film “5 cm”. Itu bukan sekedar kata kiasan dari film 5 cm,
tetapi sungguh mencerminkan pemandangan yang tampak dari puncak mahameru gunung
semeru. Sungguh benar-benar menabjubkan dan pemandangan dari atas sana sangat
memanjakan mata ketika cuaca cerah.
Muncul ide mendaki gunung semeru dari salah satu
teman sepengabdian setelah mengikuti program SM-3T (sarjana mengajar di daerah
terdepan terluar dan tertinggal) muncul begitu saja setelah kebingungan dan
tidak tau buat apa-apa setelah tidak ada kegiatan akademik di akhir tahun 2013
dalam program PPG pasca SM-3T Universitas Negeri Surabaya.
Tapi sebelumnya ide mendaki gunung saya sudah utarakan
dengan teman-teman, tapi bukan mendaki gunung semeru melainkan salah satu
gunung di jawa tengah gunung merbabu, namun tampaknya itu menjadi sebuah
pilihan untuk mendaki gunung berikutnya. heheheh..
Perlengkapan
Oke, perjalanan kami dimulai dengan mempersiapkan
perlengkapan yang akan di bawa dan dipakai selama perjalanan mendaki gunung
semeru, tapi saat itu perlengkapan kami seadanya saja berhubung dana yang kami
miliki masing-masing sangat minim. Adapun beberapa perlengkapan yang kami
persiapkan waktu itu antara lain tenda (wajib), kompor masak (wajib), periuk
(wajib), logistic (beras, susu, air, mie, sarden, dll/ wajib), Surat kesehan
dan foto copy KTP 2 lembar (wajib), perlengkapan P3K, kamera (wajib) untuk
berfoto ria. Usahakan kamera focus atau kamera semi professional atau kamera
professional (DSLR), Itu yang terutama dan paling utama.
Perlengkapan lainnya yang kami sediakan seadanya
yang seharunya juga diutamakan adalah sepatu, sandal, tongkat, matras, jaket,
topi, syal, kaus kaki, sarung tangan, pisau, sebagai pengganti sleeping bed
kami bawa selimut sedang. Sebagian besar kami sediakan seadanya saja.
Jaket harusnya dibawa khusus jaket gunung jika
Anda tidak mau kedinginan dan membeku di atas sana dan juga sleeping bed dan
matras wajib di bawa, jas hujan sangat perlu untuk di bawa, fungsinya pada saat
perjalanan yang dibarengi hujan juga untuk menahan tamparan angin dan dingin
saat mendaki di jalur terakhir (kali mati – puncak mahameru). Untuk lebih
lengkapnya Anda boleh lihat di web “gunung semeru”.
Usahakan semua barang bawaan dimasukkan ke dalam
rangsel agar kedua tangan leluasa bergerak saat melewati beberapa rute ekstrim
apalagi saat hujan kecuali memegang tongkat. Dan semua barang dalam rangsel
dibungkus dalam plastic, agar tidak kebasahan saat hujan. Ya.. kan sudah ada
pelindung tas dari hujan ‘ntah apa namanya, lupa’, tetap saja basah saat hujan,
itu dialami oleh teman saya saat pulang dari kali mati menuju ranupani.
Jika anda pernah merasa kedinginan setelah
mendaki gunung pusuk buhit (samosir), gunung tujuh (sumatera), gunung sibayak
(karo), gunung lokon (tomohon), gunung mahawu (tondano), gunung soputan
(manado), gunung klabat (bitung), ketinggian gunung-gunung ini hanya berada
dibawah 2000 meter saja. Nah coba bayangkan gunung semeru puncak tertinggi di
pulau jawa ini dengan ketinggian 3676 mdpl (meter dari permukaan laut), bukan
Cuma suhu dingin dan kecepatan anginnya yang perlu di perhitungkan juga stamina
atau kondisi kesehatan. Nanti saya utarakan apa dampak jika tidak memiliki
persiapan kondisi fisik dan perlengkapan dengan matang-matang.
Adapun panjang perjalanan yang harus ditempuh menuju gunung semeru adalah 20,7 km. yang terdiri dari beberapa pos.
Surabaya –
Malang – Pasar Tumpang – Ranupani
Sabtu, 28 desember 2013 pukul 11.00 bersama 4
orang rekan saya memulai perjalanan dari Asrama Kontrakan PPG SM-3T Unesa 2013
menuju terminal joyoboyo dengan ongkos perjalanan Rp 4.000. Dari joyoboyo
menaiki bus menuju terminal utama Surabaya (terminal purabaya) dengan ongkos
perjalanan Rp 5.000. Banyaknya penumpang yang akan pergi ke kota Malang di
akhir tahun 2013 ini membuat kami tidak lama menunggu bus menuju Malang. Banyak bus dari Surabaya menuju malang
terminal arjosari dengan biaya perjalanan setelah BBM naik yaitu Rp
13.000,- waktu tempuh 2 – 3 jam.
Sabtu, 28 desember 2013 pukul 19.20 dari terminal
arjosari malang naik angkot warna putih menuju pasar Tumpang dengan lama
perjalanan kurang lebih 30 menit dibebani biaya angkutan Rp 8.000,-
Sekitar pukul 20.00 kami tiba di pasar tumpang.
Saat itu banyak sekali orang yang akan berangkat menuju Ranupani tentunya
orang-orang yang akan mendaki gunung semeru sehingga kami terkatung-katung
mencari angkutan menuju Ranupani. Kami cukup lama berembuk dengan teman satu
grup, juga mencoba mencari grup lain agar bisa bersama dalam satu angkutan.
Beberapa angkutan selain ojek (tidak disarankan) adalah truck muatan 15 orang,
jeep, mobil sayuran, pada waktu itu sulit ditemukan saking banyaknya penumpang
saat itu. untuk mengisi kegiatan lain di pasar tumpang ini, beberapa teman
berbagi untuk belaja kebutuhan logistic yang kurang lengkap, karena di pasar
ini cukup lengkap juga untuk kebutuhan tersebut.
Akhirnya dengan berembuk dengan salah seorang
calo, kami bisa mendapat angkutan truck tapi harus bergabung dengan grup lain
yang berjumlah 10 orang, grup saya sendiri terdiri atas 5 orang. Akhirnya
biarpun agak lama sekitar 3,5 jam kami mendapat angkutan menuju Ranupani pukul
23.00 di hari yang sama. Biaya ongkos perjalanan dari pasar tumpang menuju Ranupani
cukup seimbang dengan waktu tempuh 2 – 3 jam dan kondisi jalan naik turun
bukit, sehingga ongkos perjalanan dibebani sebesar Rp 35.000 – Rp 50.000. Jika
Anda termasuk rombongan besar 12 orang lebih, lebih baik naik truck agar lebih
menghemat ongkos perjalanan.
Minggu dini hari, 29 Desember 2013 pukul 01.00
kami tiba di Ranupani setelah melewati perjalanan naik turun bukit dan selama
perjalanan truck yang kami tumpangi berhenti kurang lebih 6 kali untuk
mendinginkan mesin.
Tibanya grup kami di Ranupani disambut dengan
tenda-tenda pengunjung dan suara ngorok orang yang tidur dalam tenda. Saya dan
2 orang teman dalam grup sudah mengambil tenda untuk dipasang sekiranya dapat
menahan suhu dingin dari alam Ranupani. Tapi salah seorang teman saya (ER)
mengatakan dengan cetusnya “hei, kamu datang bukan untuk senang-senang, ga usah
pasang tenda! Sudah jam 2 lagi”. Dengan berakhirnya kalimat itu saya dengan
teman-teman meletakkan tenda yang masih terbungkus rapi dan memilih tidur di teras
depan balai kantor taman nasional bromo tengger semeru resort Ranupani.
Dasar teman yang kilometernya sedikit miring
(sory mas ER, canda doank.. J) walaupun sudah mengeluarkan selimut, suhu dingin desa Ranupani lumayan
menusuk tulang walaupun dingin tersebut tidak separah di kali mati, arcopodo
dan di puncak mahameru gunung semeru. Untungnya warung kopi di Ranupani awal
start pendakiaan gunung semeru ini 1 x 25 jam, sehingga saya dengan salah
seorang teman satu grup (Mario Pratama Kulas asal Sulawesi Utara) memilih untuk
minum kopi terdahulu.
Disela-sela hangatnya aliran kopi membasahi
tenggorokan, saya sedikit berdialog dengan grup yang sudah turun dari puncak
mahameru gunung semeru. Salah seorang dari grup tersebut memiliki badan besar
dan lumayan gemuk mengatakan “ini pengalaman terbaik saya, tantangan menuju
puncak tidak akan saya lupakan” membuat saya dan teman saya bersemangat menanti
pagi untuk mengawali perjalanan menuju puncak gunung semeru.
Tidak lama, isi gelas kami tersisa ampas kopi
sehingga saya dan seorang teman saya memilih kembali berkumpul dengan teman
lainnya yang tidur di teras depan balai kantor taman nasional bromo tengger
semeru. Dari pukul 02.30 kami mengambil posisi tidur dan hanya saya seorang
yang menyisipkan selimut di tas. Sehingga tarik menarik selimut pun terjadi
sampai pukul 06.00 minggu 29 Desember 2013, 4 dari 5 orang dalam grup termasuk
saya tidak sama sekali tidak nyaman tidur samapai pagi, hanya seorang teman
yang memiliki sio bantal (canda bro) dapat tidur dan ngoroknya menemani kami
sampai pagi hari.
29 Desember 2013 Pukul 06.00 para pendaki gunung
semeru sudah siap mengantri untuk mendaftar di depan kantor balai Ranupani
tempat kami tidur, tidak mau ketinggalan dan kehabisan kuota kami pun ikut
mengantri dan tidak lama, grup kami pun sudah terdaftar tapi ketambahan seorang
teman jomblo (43) yang datang sendiri dari ibu kota. Perlu di ketahui, kuota
untuk pendakian ke gunung semeru berjumlah 500 orang perhari, nah kalau di hari
libur kuota ini tidak seberapa karena pendaki dalam satu hari bisa mencapai 4
angka. Jadi, kalau kuotanya habis, terpaksa anda harus menunggu satu hari
berlalu dan menginap di Ranupani.
Tidak lupa sebelum memulai perjalanan, kami
memilih untuk makan terlebih dahulu di warung makan Ranupani. Tapi sebagian
besar grup pendaki sudah mempersipakan logistic dan memasak sendiri sarapan di Ranupani.
Ranupani –
Landengan Dowo – Watu Rejeng – Ranu Kumbolo
29 Desember 2013 pukul 07.05 karena merasa sudah
siap memulai perjalanan kami pun berangkat dari Ranupani awal dari rute
pendakian gunung semeru. Jarak masing-masing pos yaitu Ranupani – Landengan
Dowo berjarak 3 km, Landengan Dowo – Watu Rejeng berjarak 3 km dan Watu Rejeng
– Ranu Kumbolo berjarak 4.5 km, sehingga jarak tempuh menuju Ranu Kumbolo
(Danau Kumbolo) kurang lebih 11 km.
Awal perjalan dimulai dengan gapura “SELAMAT
DATANG PARA PENDAKI GUNUNG SEMERU” yaitu arah sebelah kanan pada pertigaan
tersebut dan tidak lupa kami berfoto ria di gapura ini. Berkisar jarak 100 m
dari gapura tersebut, terdapat jalan setapak di sebelah kiri dan sedikit
mendaki ditandai dua tancapan beton. Dari sini sampai mendekati pos tiga jalan
setapak ini sudah di pafing dengan lebar berkisar 60 cm.
Ada hal lucu yang dilihat oleh grup lain pada
grup kami yaitu, kompor yang kami bawa adalah kompor biasa 18 sumbu
(hehehehe…., persiapan ga matang). Dan kompor tersebut kami masukkan packing
dalam kardus mie dan beberapa persiapan logistic lain dan kami bawa secara
bergantian. Beberapa orang selama perjalanan berkata “bro.. kalian mau jualan
ya ke puncak?” hmmm memalukan. Tapi teman saya bilang, “ga usah malu, ini alat
penyambung hidup”. Akan lebih baik jika semua barang dimasukkan ke dalam
rangsel, dan barang-barang logistic lain berbagi dalam tas untuk membawanya.
Sesampainya di pos 1, kami memilih untuk
melanjutkan perjalanan tanpa istirahat dan sungguh cuaca yang bagus di tanggal
29-30 Desember 2013 saat itu, sehabis pos 1, kami disuguhi pemandangan yang
luar biasa, dapat dilihat gunung semeru yang menjulang tinggi membuat semangat
kami berkobar-kobar di awal perjalanan saat itu. Tak lupa teman-teman saya
meminta untuk di berfoto pada moment tersebut.
gunung semeru dari kejauhan |
Tidak jauh dari tempat pemandangan ini, kami juga
disuguhi dengan pemandangan yang tidak kalah menarik yaitu tebing batu yang
sangat curam, kami pun mengambil posisi untuk berfoto ria dengan ciri khas gaya
masing-masing dan kami memilih untuk beristirah melepas lelah di tempat ini.
Sehabis istirahat dan baru pertama istirahat,
kami pun melanjutkan perjalanan. Tidak lama, kami pun sampai di Watu Rejeng
dengan jarak 6 km dari Ranupani dan ketinggian 2350 mdpl. Sejenak kami melepas
lelah, dan melanjutkan perjalanan. Sesampainya di pos 4, kami memilih untuk
beristirahat, karena disebelah pos tersebut disuguhi rute yang tidak
menyenangkan yaitu jalan menanjak berjarak sekitar 70 m kami langsung terkulai
dan duduk menarik nafas. Seusai melewat tanjakan tersebut salah satu teman saya
memberi nama tanjakan tersebut “Tanjakan Keode” dan cuma kamu berdua yang tau
pasti apa arti dari kata tersebut. Sepanjang perjalan menuju Ranu Kumbolo saya
tertawa sendiri ketika mengingat tanjakan keode tersebut.
Dari pos 4 menuju Ranu Kumbolo kami harus
berjalan dengan jarak 3 km lebih. Sepanjang perjalanan menuju Ranu Kumbolo
pemandangan hanya bebukitan saja dan puncak gunung semeru yang sedikit
mengintip dari bebukitan tersebut. Kami sangat kaget dan sedikit berteriak
“huh….. mantap…” setelah melihat Danau Kumbolo dan tenda-tenda orang yang
menginap di Ranu Kumbolo, rasa senang kami pun kami barengi dengan mengambil
tempat yang baik untuk berfoto ria.
Tidak lama berfoto ria dan sedikit beristirahat,
bunyi lonceng dari perut kami pun sudah berbunyi nyaring. Kami bangkit
danmelihat dari atas, lokasi yang tepat untuk memasak. Tidak lama berembuk
untuk menentukan lokasi memasak, kami pun turun dan setengah mengelilingi
danau. Tak lama berkeliling kami pun
sampai di tempat yang kami lihat dari atas tadi.
Salah satu teman saya melirik jam tangannya dan
memberitahukan sekarang pukul 11.30. Perjalanan dari Ranupani menuju Ranu
Kumbolo kami tempuh dengan waktu 4,5 jam. Ini kami tempuh dengan sedikit
beristirahat sepanjang jarak kurang lebih 11 km.
Ditepian danau, kepala koki kami mempersiapkan
alat masak yang terbungkus dalam kardus mie. Sementara yang lain berfoto ria,
mengambil air untuk memasak, air dari danau cukup bersih untuk dijadikan air
untuk memasak, karena setiap orang yang mendaki ke gunung semeru tau bahwa air
tersebut digunakan untuk air minum, sehingga semua orang yang ingin gosok gigi,
cuci-mencuci, menampung air dalam botol dan melakukan kegiatan gosok gigi, dan
cuci mencuci di luar danau, atau di pinggiran danau. Dapat diyakinkan bahwa air
di danau Ranu Kumbolo ini jauh dari kontaminasi bahan-bahan berbau pencemaran.
Setelah melakukan kegiatan gosok-menggosok,
cuci-mencuci, kepala koki pun memberikan isyarat bahwa waktu makan sudak tiba.
Masing-masing anggota telah membawa alat yang digunakan untuk makan, berupa
piring, gelas, sendok. Kecepatan mengunyak kami saat itu lebih cepat dari
biasanya, karena rasa lapar dari perut memberi isyarat kepada mulut untuk lebih
cepat memasukkan makanan ke dalam mulut. Walau pun nasi pada saat mentah alias
berbiji, itu bukan jadi masalah saat itu, asalkan kenyang.
Ranu
Kumbolo – Cemoro Kandang – Jambangan – Kalimati
Biasanya dan menurut pengalaman orang-orang yang
mendaki gunung semeru, setibanya di Ranu Kumbolo, para pendaki biasanya
mendirikan tenda untuk menginap dan esok harinya melanjutkan perjalanan menuju
kali mati. Saya dan teman-teman waktu itu menyepakai untuk melanjutkan
perjalanan dari ranu kumbolo menuju Kalimati.
Pukul 13.30 dihari yang sama, Minggu 29 Desember
2013, setelah selesai mengepak barang-barang, mencuci perlengkapan makan,
mengambil perbekalan air minum, kami pun melanjutkan perjalanan menuju
kalimati.
Masing-masing jarak yang harus ditempuh adalah
Ranu Kumbolo – Cemoro kandang berjarak 2,5 km, Cemoro kandang – Jambangan
berjarak 3 km, Jambangan – Kalimati berjarak 2 km. Total jarak yang harus
ditempuh dari Ranu Kumbolo – Kalimati adalah 7,5 km.
Awal perjalanan dari ranu kumbolo disuguhi dengan
rute menanjak yang lebih dikenal dengan “Tanjakan Cinta”. Ada mitos mengatakan
bahwa jika dalam menapaki tanjakan tersebut tanpa melihat ke belakang sambil
membayangkan atau mengimpikan sosok wanita yang kamu idamkan sepanjang menapaki
tanjakan tersebut sampai di puncaknya, keinginan tersebut akan terwujud. Saya
dan keempat teman saya mempercayai hal itu dan sepakat untuk mengidamkan
sesuatu yang di inginkan dan membayangkannya dan memintanya sepanjang menapaki
tanjakan tersebut.
Dengan melakukan “TOS” kami pun mulai menapaki
tanjakan tersebut sambil membayangkan keinginan masing-masing. Ada teman saya
yang paling serius namanya Obed (Panggilan) dia mendahului kami kurang lebih 15
meter dan tidak melihat kebelakang. Dan ada satu orang lagi yang oleh kesaksian
seorang bapak mengatakan bahwa teman saya ER berkomat-kamit dengan mengucapkan
kata “I love u”. Saya sendiri dan 2 teman lain, sudah gagal belum seperempat
dari tanjakan tersebut. Bagaimana tidak, tanjakan yang berjarak kurang lebih
100 m itu dan lumayan curam tidak seperti kelihatan dalam foto yang kelihatan
cuma pendek saja, nyatanya cukup membuat engsel kaki hampir lepas. Boleh saja
tidak melihat kebelakang, tapi ketika beristirahat harus tetap pandangan ke
depan, tapi tanjakannya tidak mendukung untuk duduk mengarah ke depan atau ke
kiri, bisanya arah kanan dan belakang.
Setelah sampai ke puncak tanjakan cinta yang
membutuhkan istrirahat kurang lebih sebanyak 5 kali. Saling ngejek dan lepas
tawa pun terjadi mengingat kejadian-kejadian yang muncul selama menapaki
tanjakan cinta. Akhirnya mempersuntuing Agnes Monica pun pupus (hehehehe…).
Sepanjang perjalanan dari puncak tanjakan cinta
menuju cemoro kandang, disuguhi dengan pemandangan rumput menyerupai padang
savanna di kelilingi bebukitan dan dibelakang bebukitan tersebut tampak gunung
semeru sedikit mengintip. Sesampainya di cemoro kandang, tidak lupa kami
berfoto ria dan melepas lelah.
Perjalanan dari Cemoro Kandang menuju Jambangan
yang berjarak 3 km sangat menguras tenaga, di rute ini terdapat 3 tanjakan dan
jalan mendatarnya sangat minim, bayangkan sepanjang 3 km didominasi dengan
menanjak, tapi cukup berseni karena banyaknya pendaki saat itu, grup-grup yang
mendaki istirahat bergantian sepanjang jalan dan saling menyapa dan
menyemangati sesama pendaki selama perjalan, itu sesuatu hal yang sangat luar
biasa dan tidak dapat dilupakan (sesuatu banged). Tua muda gadis cuantik saling
menyapa, saling menyemangati, apalagi orang yang sedang melakukan perjalanan
pulang dari puncak gunung semeru menuju Ranupani selalu berkata “ayo… semangat…
tinggal 1 kilo lagi, tinggal 30 menit lagi”. Tanpa disadari kata-kata itu
memotifasi sangat tinggi di tengah lelahnya dan pegalnya betis dan pergelangan
kaki”.
Lega rasanya setelah sampai di jambangan yang
sudah tidak jauh dari Kalimati yaitu berjarak 2 km. beberapa orang yang
berpapasan saat itu mengatakan bahwa dari jambangan menuju kali mati didominasi
dengan jalan menurun. Memang setelah melakukan perjalanan, rute dari jambangan
menuju kali mati memang di dominasi dengan jalan menurun, tapi di papan
petunjuk malah terbalik. Ketinggian Kalimati lebih tinggi dari Jambangan yaitu tertulis
jambangan 2600 mdpl sedangkan di Kalimati tertulis 2700 mdpl.
Pukul 17.00 hari yang sama Minggu, 29 Desember 2013 kami tiba di Kalimati. Lamanya
perjalanan yang kami tempuh dari Ranu Kumbolo – Kalimati yang berjarak 7,5 km
adalah 3,5 jam dengan menggunakan banyak istirahat diperjalanan, tapi tidak
sebanyak beberapa grup pendaki lainnya dimana setiap jarak tempuh 100 m
istirahat.
Setibanya di Kalimati, kami langsung meninjau
lokasi untuk mendirikan tenda. Tidak lama, kami menemukan tempat yang bagus
yang tidak jauh dari papan penunjuk Kalimati yang tertancap disebelah utara
tenda yang kami dirikan.
Berdirinya tenda camp kami, diikuti dengan
gerak-gerik koki kami dalam mempersiapkan makan malam tapi sebelumnya memasak
air utuk membuat kopi, saya dan teman lain berusaha mencari kayu bakar dan
menyalakan api untuk mengimbangi suhu dingin yang menusuk tulang di Kalimati
ini. Tengah mengerumuni api, asisten ketua kelompok kami mengungkapkan jadwal
berikutnya yaitu, pada pukul 23.00 harus bersiap menaiki puncak gunung semeru.
Sehabisnya kopi dari gelas kami, satu persatu memasuki tenda kecuali koki kami,
mengambil posisi tidur yang nyaman, tidak dapat dipungkiri lelahnya perjalanan
saat itu dimana dengan jarak 18 km kami tempuh hanya dengan waktu 8 jam dalam
satu hari dan rute yang lumayan menyiksa kaki.
Koki kami pun tidak mau kalah, dengan cepat dia
menyimpan nasi yang sudah masak dan memberitahukan bahwa makan malam sekaligus
sebelum berangkat ke puncak pada pukul 23.00.
Kalimati –
Arcopodo – Puncak Mahameru Gunung Semeru
Rencana yang diutarakan oleh asisten ketua kami
tidak berjalan semestinya. Dimana seharusnya berangkat pukul 23.00 masih pada
hari yang sama, ternyata kami bangun telat. Pukul 00.00 koki kami sudah bangun
dan memasak lauk untuk makan sebelum berangkat ke puncak. Saya sendiri bangun
terlebih dahulu yaitu pada pukul 00.30 dan memasak air untuk membuatkan kopi, setelah
saya selesai makan, 3 orang teman saya masih enggan keluar dari dalam tenda
saking dinginnya suhu di Kalimati ini. Dengan mengancam akan kelewatan “sun rice” baru teman saya keluar dan
untuk makan dan itu pun memilih untuk makan dalam tenda. Saat itu saya paling
unggul dalam persiapan jaket, saya memakai 3 jaket plus 2 baju dalaman,
sehingga rasa dingin bisa ditepis saat itu.
Pukul 01.30 dini hari, Senin, 30 Desember 2013.
Kamu sudah siap melakukakan perjalanan menuju puncak mahameru gunung semeru
walaupun diseperempat perjalan kami tahu bahwa air minum yang kami bawa Cuma
0,5 liter, orang khusus pembawa tas air minum kelupaan.
Adapun rute akhir dan paling menantang hanya
berjarak 2,7 km. yaitu dari Kalimati – Arcopodo berjarak 1,2 km, dan dari
Arcopodo – Puncak Mahameru Gunung Semeru berjarak 1,5 km. Total jarak yang harus
ditempuh adalah 2,7 km.
Perjalanan pada rute ini sangat dan sangat
menguras tenaga dan sangat melelahkan. Dari Kalimati menuju arcopodo, rute yang
dilalui didominasi dengan tanjakan bebatuan dan sesekali memanjat akar-akar
pohon. Pohon-pohon di rute ini berada di posisi sangat strategis untuk
dijadikan tempat bersandar setelah kelelahan. Sementara melakukan perjalanan
beberapa kelompok pendaki dan cukup banyak turun dari Arcopodo menuju kali mati
dengan alasan anginnya kencang (ya memang, di gunung kan anginnya kencang,
kenapa takut???).
Pukul 03.30 kami sampai di Arcopodo, dan kami
dapati ada 5 tenda berdiri disana, banyak orang beristirahat disana dan suara
anginnya sangat sadis. Tidak lama setelah saya membasahi kerongkongan (karena
airnya yang kami bawa hanya cukup untuk membasahi kerongkongan), saya
menghampiri salah satu kelompok pendaki yang terdiri dari 3 orang yang baru
turun dari 200 meter setelah Arcopodo, saya pun bertanya “kenapa turun mas?”
salah satu menjawab anginnya kencang sekali mas, dalam hati saya berpikir,
“memang, disini aja sudah kelewatan kok anginnya, apalagi di atas”.
5 menitan kami beristirahat di Arcopodo, dan membujuk teman saya untuk tetap mendaki
dengan alasan digunung memang anginnya kencang dan agar tidak ketinggalan Sun Rice. Tidak lama berjalan teman saya
Obed menghampiri saya dan bertanya “Pak Ucok, teman tadi bilang apa?” saya
jawab “katanya di atas aginnya kencang sekali”, “Trus kenapa?”, “Batu-batu di
atas goyang pak, batu-batunya bergerak”, “pak ucok, nanti batas antara
pohon-pohon dengan pendakian ke puncak, cari pohon besar saja, tempat
berlindung”. Saya langsung tertawa dan teman-teman lain bertanya dan seketika
kamipun tertawa bersama. Mana mungkin coba ada angin yang bisa membuat
batu-batu berterbangan, tapi anehnya teman saya percaya.
Rute terakhir ini memang rute paling menantang
sepanjang 20,7 km total jarak tempuh ke puncak gunung semeru. Apalagi setelah
hutan Arcopodo, saatnya menapaki pasir bercampur kerikil-kerikil halus. Karena
banyaknya orang yang telah melalui jalan tersebut, tumpuan kaki tidak stabil.
Setiap melangkahkan kaki, kaki langsung tertancap 10-20 cm kedalam pasir.
Apalagi dengan kemiringannya > 50 derajat.
Saking lelahnya, banyak orang tertidur di pinggir
jalan menuju puncak mahameru perempuan apalagi (memang mengajak perempuan
mendaki sangat merepotkan, hmnn… apalagi perempuan rumahan).
Satu hal yang tidak bisa saya lupakan adalah,
karena begitu lelahnya setelah melewati setengah rute berpasir ini, yaitu
setelah melangkah 5 langkah istirahat, 5 langkah istirahat, ada salah satu
kelompok membuat strategi estafet, saling tarik menarik, yang di depat sambung
di belakang dan begitu seterusnya sampai hamper menuju puncak. Saya dan
teman-teman pun ikut bergabung karena memang hampir patah semangat dan ingin
turun saja.
Sebenarnya sebuah batu yang jatuh dan
bergelinding ke bawah mengenai kepala teman saya sewaktu istrirahat. Tapi, ada
yang paling serius lagi, sebuah batu berdiameter 30 cm jatuh setelah seorang
pendaki menjadikan batu tersebut sebagai pegangan. Orang-orang saat itu
berteriak “awas watu, watu, watu…” dan melanjutkan isyarat tersebut sampai ke
bawah. Batunya pun tidak bergelinding lurus malah bergelinding zigzak. Karena
semua orang yang istirahat menghadap ke bawah baik dalam posisi duduk atau tidur
sehingga semua orang kalang kabut dan kelabakan tidak tau tau berlindung
dimana. Untungnya saya sudah di atas
waktu itu mendahului batu yang jatuh. Dan tak jauh beda seperti yang ada pada
detik-detik ahir film “5 cm” bahwa kita butuh memandang lebih dari seperti
tidak biasanya.
Saya boleh perhitungkan banyaknya orang yang
sampai di rute pasir ini, sekitar 500 orang lebih. Tapi hari itu, banyaknya
orang yang sampai ke puncak mahameru tidak sampai 100 orang, kebanyakan pulang
dari tengah rute berpasir ini. Termasuk sudah hampir sampai di puncak, memilih
untuk turun karena tidak mampu lagi berjalan menanjak. Itulah dampak jika tidak
mempersiapkan kondisi fisik dan perlengkapan lainnya secara matang-matang.
Pukul 07.00 pagi hari Senin, 30 Desember 2013
saya dan dua orang teman saya sampai di puncak mahameru disusul dua teman saya
yang berjarak 20 menit di belakang. Bayangkan hanya dengan jarak 2,7 km kami
tempuh dengan waktu 5,5 jam, waktu yang sangat lama dan memang rute ini sangat
menguras tenaga dan membutuhkan istirahat banyak untuk melegakan otot,
pergelangan, lutut kaki.
Pemandangan pertama yang disuguhkan setibanya
dipuncak adalah letupan dari kawah gunung semeru yang membentuk gumpalan abu
yang sangat besar, seketika itu saya langsung terkejut dan baru menyadari bahwa
gunung semeru ini gunung berapi yang
masih aktif.
Samudra di atas awan, teriang di pikiran saya
ketika memandang sekeliling dari puncak gunung semeru. Sangat lega sangat
bangga, keindahannya tidak terlukiskan. Apalagi dibarengi salam-salaman bersama
orang yang sudah tiba di puncak saat itu menandakan perjuangan melewati rute
menuju puncak yang sangat berat.
Tidak lama setelah berfoto ria, kami memilih
untuk turun dari puncak yaitu sekitar pukul 08.45 kami memilih turun
menghindari dingin dan bau gas belerang di Puncak Mahameru. Jika perjalanan
dari Kalimati menuju Puncak Mahameru kami menghabiskan waktu 5,5 jam, beda pada
waktu turunnya kami hanya menghabiskan waktu 2,5 jam untuk sampai di kali mati.
Sesampainya di Kalimati kami beristirahat semalaman karena hujan tidak
memungkinkan untuk melanjutkan perjalan pulang.
Besok paginya pukul 07.00 Selasa, 31 Desember
2013 setelah serapan pagi, kami melanjutkan perjalanan pulang dari Kalimati
menuju Ranupani. Pukul 20.30 kami sampai di Surabaya dan merayakan Akhirt Tahun
bersama teman-teman perserta PPG SM-3T Unesa 2013.
Satu pesan yang saya peroleh setelah mendaki
gunung semeru adalah “Jangan permasalahkan masalah yang ada, tapi carilah
solusi untuk masalah yang ada”. Salam Petualangan…!