Halaman

Rabu, 31 Agustus 2011

Pembelajaran Matematika Realistik

Prinsip utama PMR dijabarkan menjadi karakteristik-karakteristik PMR. Selanjutnya, karakteristik PMR dijabarkan menjadi langkah-langkah operasional dalam pembelajaran. Berdasarkan pengertian, prinsip utama dan karakteristik PMR sebagaimana telah diuraikan, maka dapat dirancang langkah-langkah (kegiatan) inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:

1)   Memahami masalah kontekstual

Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika ada bagian-bagian tertentu yang kurang atau belum dipahami sebagian siswa, maka siswa yang memahami bagian itu diminta menjelaskannya kepada kawannya yang belum paham. Jika siswa yang belum paham tadi merasa tidak puas, guru menjelaskan lebih lanjut dengan cara memberi petunjuk-petunjuk atau saran-saran terbatas (seperlunya) tentang situasi dan kondisi dari masalah (soal). Petunjuk dalam hal ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk memahami masalah (soal), seperti: “Apa yang diketahui dari soal itu?”, “Apa yang ditanyakan?”, “Bagaimana strategi atau cara atau prosedur yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal itu?”. Pada tahap ini, karakteristik PMR yang muncul adalah menggunakan masalah kontekstual dan interaksi.

2)  Memecahkan masalah kontekstual

Siswa secara individual diminta memecahkan masalah kontekstual pada Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk memecahkan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian soal tersebut. Misalnya: “Bagaimana kamu tahu itu?”, “Bagaimana caranya?”, “Mengapa kamu berpikir seperti itu?”, dan lain-lain. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali konsep atau prinsip matematika melalui masalah kontekstual yang diberikan. Guru diharapkan tidak perlu memberi tahu penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaian sendiri. Pada langkah ini, karakteristik PMR yang muncul adalah menggunakan model dan interaksi.

3)  Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu, hasil dari diskusi itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Tahapan ini bermanfaat pula untuk melatih keberanian siswa mengemukakan pendapat, meskipun pendapat itu berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya, melalui komunikasi interaktif. Karakteristik PMR yang muncul pada tahap ini adalah penggunaan ide atau kontribusi siswa dan interaksi antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan sumber belajar.

4)  Menyimpulkan

Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep atau definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah penggunaan ide atau kontribusi siswa dan interaksi.

Minggu, 28 Agustus 2011

Hakikat Belajar


           Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti: berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksi, daya penerimaannya, cara membedakan dan berbagai aspek yang terdapat pada diri individu.
            Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti dari proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran (Djamarah, 1996: 44). Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan . bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikirannyadan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya.
            Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencerna bahan, ada anak didik yang sedang mencerna bahan, dan ada pula anak didik yang lamban mencerna bahan yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru mengatur strategi pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik.
            Menurut pandangan dan teori konstruktivisme (Sardiman, 2010 : 37), belajar merupakan proses aktif dari subjek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengadopsi, menghubungkan, dan mengembangkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki sehingga menjadi berkembang.
            Sehubungan dengan itu, ada beberapa ciri atau prinsip dalam belajar. Suparno (2006) dalam Sardiman (2010: 38) yang dijelaskan sebagai berikut:
  • Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.
  • Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.      
  • Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri.
  • Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.   Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
         Berdasarkan ciri dan prinsip tersebut, maka proses mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa merekonstruksi sendiri pengetahuaanya, menggunakan pengetahuaannya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
            Akhirnya, bila hakikat belajar adalah “perubahan” maka hakikat belajar dan mengajar adalah proses “pengaturan” yang dilakukan oleh guru (Djamarah, 1996: 46). Dalam hal ini, guru sebagai instruktur perlu membuat, merancang, dan mendesaian proses belajar dengan berbagai strategi yang ada, dan penggunaan media belajar akan juga turut mampu memberikan perubahan bagi diri anak didik. 

Contoh Proposal Penelitian

Download Disini Proposal: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assited Individualization) Pada Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus.

Download disini Proposal: Perbandingan Prestasi Belajar Limas antara Pembelajaran Menggunakan Media Berbantuan Komputer dan Pembelajaran Menggunakan Media Buatan Sendiri

Jumat, 26 Agustus 2011

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team - Assisted Individualization)

TAI (team-assisted individualization) sama dengan STAD dan TGT menggunakan penggunaan bauran kemampuan empat anggota yang berbeda dan memberi sertifikat untuk tim dengan kinerja terbaik. Namun, metode STAD dan TGT menggunakan pola pengajaran tunggal untuk satu kelas, sementara TAI mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Siswa dalam satu kelas dipecah menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah (Slavin, 2010: 14).
Ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
TAI memiliki berbagai dinamika motivasi dari STAD dan TGT. Para siswa saling mendukung dan saling membantu satu sama lain untuk berusaha keras karena mereka menginginkan tim mereka berhasil. Tanggung jawab individu dipastikan hadir karena satu-satunya skor yang diperhitungkan adalah skor akhir, dan siswa melakukan tes akhir tanpa bantuan satu tim. Individualisasi yang menjadi bagian dari TAI membuatnya menjadi sedikit berbeda dari STAD dan TGT.
TAI dirancang untuk memuaskan kriteria berikut ini untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari system pengajaran individual:
a.       Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.
b.     Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.
c.     Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para siswa di kelas dapat melakukannya.
d.   Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.
e.     Tersedianya banyak cara pengecekan peguasaan supaya para siswa jarang menghabiskan waktu mempelajari kembali materi yang sudah mereka kuasai atau menghadapi kesulitan serius yang membutuhkan bantuan guru. Pada tiap pos pengecekan penguasaan, dapat tersedia kegiatan-kegiatan pengajaran alternatif dan tes-tes yang parallel.
f.      Para siswa akan dapat melakukan pengecekan satu sama lain, sekalipun bila siswa yang mengecek kemampuannya ada di bawah siswa yang dicek dalam rangkaian pengajaran, dalam prosedur pengecekan akan cukup sederhana dan tidak mengganggu si pengecek.
g.  Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal, fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan atau tim guru.
h.      Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif, dengan status yang sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif diantara para siswa dari latar belakang rasa tau etnik yang berbeda.
(Slavin, 2010: 190)
             Metematika TAI diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-masalah yang membuat metode pengajaran individual menjadi tidak efektif (Slavin, 2010: 189). Dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju, maka guru dapat membebaskan diri mereka dari memberikan pengajaran langsung kepada sekelompok kecil siswa yang homogen yang berasal dari tim-tim yang heterogen. Fokus pengajarannya adalah pada konsep-konsep yang ada dibalik algoritma yang dipelajari para siswa dalam kegiatan individual. Pengaturan seperti ini memberikan kesempatan melakukan pengajaran langsung yang tidak terdapat dalam hampir semua metode-metode pengajaran individual.   
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki 8 (delapan) komponen (Slavin, 2010: 195), yaitu:
1.      Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 peserta didik,
2.   Placement Test, yaitu pemberian pre-tes kepada peserta didik atau melihat rata-rata nilai harian  peserta didik agar guru mengetahui kelemahan peserta didik pada bidang tertentu,
3.      Student Creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya,
4.      Team Study, yaitu tahapan tindakan belajar yang yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada peserta didik yang membutuhkan.
5.    Team Scores and Team Recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas,
6.   Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok,
7.      Fact Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh peserta didik,
8.   Whole-Class Units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif tipe TAI
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase – 1
Pembelajaran secara individual
Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.

Fase – 2
Pemberian Kuis
Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
Fase – 3
Mengorganisasikan kedalam kelompok kooperatif
Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.

Fase – 4
Diskusi kelompok mengenai hasil belajar
Guru memberikan waktu kepada masing-masing untuk mendiskusikan hasil belajar anggota kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.

Fase – 5
Menyimpulkan Materi
Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan  penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

Fase – 6
Pemberian kuis secara individual
Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual
Fase – 7
Memberikan penghargaan
Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

      Widyantini (2006)

Syarat Model Pembelajaran


Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah :
(     1)   Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
Seperti halnya pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, model pembelajaran ini dilandasi oleh teori belajar konstruktivis dimana pada model pembelajaran ini dimulai dengan pemberian tes pra-program dalam bidang operasi matematika pada permulaan pelaksanaan program. Para siswa bekerja pada materi-materi kurikulum individual yang mencakup penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, angka, pecahan, decimal, rasio, persen, statistic dan aljabar. Langkah berikutnya guru mengajar pelajaran pertama dan selanjutnya para siswa diberikan tempat untuk memulai dala unit matematika individual.  Selanjutnya siswa mengerjakan tes. Apabila siswa dapat mengerjakan soal untuk selanjutnya dilakukan ters formatif dan pekerjaannya diperiksa oleh temannya yang berasal dari tim lain. Pada tiap akhir minggu, skor tim dan rekognisi tim di periksa oleh guru.
(     2)   Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai ).
                      Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks   
            (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya.
(     3)   Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
            Sintaks dari suatu model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan kegiatan pembelajaran. Sintaks menunjukkan secara jelas kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru dan siswa.
(     4)   Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Tiap-tiap model pembelajaran membutuhkan system pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Misalnya, model pembelajaran kooperatif memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedianya meja dan kursi yang mudah dipindahkan karena kegiatan diskusi.
(Kardi dan Nur, 2000: 9) dalam Trianto (2009: 23).

Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Konvensional


Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motifasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendiminasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelopok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberiakan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih wsecara demokratis atau bergilir untuk memberikann pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompo sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemiminan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung diajarkan.
Pada saat beelajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok- kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetappi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai.
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Pembelajaran Menggunakan Macromedia Flash


Macromedia Flash menyediakan berbagai script untuk membuat animasi, berbagai bentuk animasi yang dapat di publish seperti ***.avi, ***.gif, ***.mov.  
Download disini contoh penggunaan  macromedia flash pada pembelajaran pokok bahasan limas.
Beberapa kelebihan macromedia flash antara lain sebagai berikut:
a.       Hasil akhir macromedia flash ukuran yang lebih kecil (setelah di publis).
b.   macromedia flash mampu menginpor hampir semua jenis gambar dan file-file audio sehingga pembelajaran lebih hidup.
c.       Animasi dapat dibentuk, dijalankan dan dikontrol.
d.     macromedia flash mampu membuat file executable sehingga dapat dijalankan pada PC maupun tanpa harus menginstal terlebih dahulu program flash.
e.       Font presentasi tidak berubah meskipin PC yang digunakan tidak memiliki font tersebut.
f.     Gambar flash merupakan gambar fektor sehingga tidak akan pecah meskipun di zoom berates kali.
g.      Hasil akhir dapat disimpan dalam berbagai macam bentuk, seperti *.avi, *.gif, *.mov.
(Pramono: 2004)